Seorang gadis mengundang seorang rohaniawan datang kerumahnya untuk mendoakan ayahnya yang sedang ssakit. Pada waktu rohaniawan tiba, ia mendapati seorang laki-laki tua yang sedang berbaring lemah di tempat tidur dan sebuah kursi kosong di depannya.
"Tentu Anda sudah menanti saya," kata si rohaniawan. "Tidak, siapakan Anda?" tanya bapak itu. Rohaniawan pun memperkenalkan diri dan berkata, "Saya melihat kursi kosong ini, saya kira bapak sudah tau kalau saya akan datang." Si bapak hanya membalas dengan senyum. "Maukah Anda menutup pintu kamar?" pinta si bapak kepada rohaniawan itu, Sambil bertanya-tanya rohaniawan pun menutup pintu kamar.
" Saya mempunyai sebuah rahasia, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya, bahkan putri tunggal saya pun tidak tau," kata si bapak. "Seumur hidup saya tidak tau caranya berdoa. Di tempat ibadah pernah saya mendengarkan ceramah tentang bagaimana caranya berdoa, tapi semuanya berlalu begitu saja dari kepala saya."
"Semua cara sudah saya coba, tapi selalu gagal," lanjut si bapak. "Sampai pada suatu hari, tepatnyaempat tahun yang laluseorang sahabat saya mengajari suatu cara yang amat sederhana untuk dapat bercakap-cakap dengan Sang Pencipta."
Dia mengajari saya begini, "Duduklah di kursi, letakkan sebuah kuri kosong di depanmu, lalu bayangkan Sang Pencipta duduk diatas kursi tersebut. Bayangkan saja, karena Sang Pencipta telah berjanji akan senantiasa besertamu, kamudian berbicaralah biasa seperti halnya kamu sedang bercakap-cakap dengan saya saat ini."
"Saya pun mencoba cara yang diberikan teman saya itu, dan saya pun menikmatinya. Setiap hari saya melakukannya sampai berjam-jam. Semua saya lakukan dengan bersembunyi-sembunyi agar putri saya tidak mengira kalau saya gila saat melihat saya bercakap dengan kursi kosong," kata si bapak. Rohaniawan itu pun sangat tersentuh mendengar cerita laki-laki tua itu. Ia pun memberikan dorongan agar si bapak tetap melanjutkan kebiasaan berdoa tersebut. Setelah berdoa bersama dan memberikan kekuatan, rohaniawan pun pulang. Dua hari kemudian si gadi memberitahukan kepada rohaniawan kalau ayahnya telah meninggal tadi siang.
"Apakah beliau meninggal dengan damai?" tanya si rohaniawan. "Ya, waktu saya pamit untuk membeli beberapa keperluan ke toko siang itu, ayah memanggil saya dan mengatakan bahwa beliau sangat mencintai saya, lalu mencium kedua pipi saya. Satu jam kemudian sepulang dari berbelanja, saya mendapati ayah sudah meninggal." cerita anaknya.
" Tapi ada satu kejadian aneh sewaktu ayah meninggal. Beliau meninggal dalam posisi duduk di atas tempat tidur dengan kepala tersandar pada kursi kosong yang ada di sebelah tempat tidur. Bagaimana pendapat rohaniawan?" Sambil mengusap air matanya, rohaniawan pun berkata, "Saya berharap kelak kita dapat meninggal dengan cara itu."
Hidup manusia sangat sebentar dan hampir tidak terasa tiba-tiba sudah berlalu. Bahkan ketika kita melihat anak-anak kita, tanpa terasa mereka sudah besar, padahal dalam bayangan kita beru kemarin mereka lahir. Seorang filsul mengatakan "Dengan cara apa kita ingin meninggalkan dunia iniakan dipengaruhi oleh bagaimana cara seseorang hidup dan menjalani kehidupan ini." Bagaimana cara orang hidup juga dipengaruhi bagaimana dia memandang dirinya sendiri." Cara kita memandang diri kita sendiri akan menentukan seperti itulah kita kelak. Kita akan bergerak ke arah mana pikiran kta yang paling dominan. Ketika Seseorang selalu memandang dirinya kecil, maka begitulah dia membentuk dirinya di kemudian hari. Orang yang demikian tentu sulit untuk bisa berbagi dengan orang lain.
Ada perbedaan tipis antara merendahkan diri dan merendahkan hati. Mereka yang selalu mengatakan dirinya dalam gambaran Sang Pencipta akan memiliki cara pandang yang berbeda. Mereka akan melihat bahwa hidup di dunia ini hanyalah sebentar, dan oleh karena itu tidak boleh di sia-siakan. Hidup di dunia ini adalah menjalankan amanah dari Sang Pencipta untuk mewartakan bahwa ada Sang Pencipta yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan kepada Dia jualah manusia berlindung dan memperoleh kelimpahan. Ibarat bulan yang tidak mengeluarkan sinarnya sendiri melainkan menerima pantulan dari matahari, maka sesungguhnya manusia adalah cerminandari sinar kasih sayang Sang Maha Kuasa.
Zaman yang serba sulit terkadang membuat sebagian orang lupa akan akibat dan perbuatan yang ada sekarang. Ada segelintir manusia, mumpung masih muda menganggap bahwa perjalanan masih panjang, sehingga tak perlu mempersiapkan masa depan. Akibatnya, perbuatan yang dilakukan hanya bersenang-senang dan menganggap rendah kehidupan. ada pula mereka yang memasuki usia tua, lalu melihat kehidupan tinggal sedikit, lalu memanfaatkan sisa hidup dengan bersenang-senang.
Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana dan kapan seseorang harus mengakhiri kehidupan ini. Manusia hanyalah menginginkan tanpa bisa berdaulat atas dirinya sendiri. Hubungan yang erat dengan Sang Pencipta akan semakin menambah kekuatan untuk melewati masa-masa sulit memasuki saat-saat terakhir dalam hidup.
Mungkin saatnya kita merenungkan dan membayangkan, ketika jasad kita ini di makamkan. Saatnya merenungkan apa yang orang lain katakan dan kenang tentang diri kita selama masih hidup. Saatnya untuk berubah dan menata hidup ke arah yang lebih baik dengan membangun serta dan berbagi serta melayani sesama dengan sepenuh hati, karena ada masanya, yang disebut terlambat itu sesungguhnya sudah sangat terlambat.